Ketika kita dari kecil telah diajarkan bagaimana cara memperlakukan orang yang lebih tua, diajarkan bagaimana menghormati orang yang diatas kita, selalu disemprot dengan kata2 penuh emosi jika kita bertindak menyelewen dari apa yang diajarkan walaupun hanya sedikit...
Itu yang menjadi pedomanku sekarang, menghormati yang lebih tua dan menjadikan mereka tokoh panutan...
Tapi yang terjadi dihadapanku sekarang, pelajaran itu, cara mengajar itu sudah tak tampak lagi engkau ajarkan pada dia. Engkau lebih memanjakannya, tak pernah memberi pelajaran yang berat padanya dan menjadikan dia anak emas untuk engkau...
Bukan, aku bukan iri terhadap yang terjadi sekarang. Melainkan aku hanya sakit hati, sakit melihat jurang yang engkau ciptakan diantara kami berdua, yang seyogyanya harusnya engkau berikan kasih sayang yang sama. Maaf jika aku merasa masih seperti anak kecil, namun aku telah merasakan hal ini memang semenjak diriku masih kecil. Sedari kecil aku ditempa dengan kemandirian, kesulitan dan segala jenis yang terbilang tak enak untuk dirasakan sebagai anak kecil, tapi itu tak dirasakan oleh dia... Yang dia rasakan sejak kecil adalah fasilitas, kenyamanan dan serba tercukupi...
Bukan aku tak mengucap syukur atas apa yang engkau berikan, syukur selalu kupanjatkakn setiap maktubahku, doa selalu tercurah demi kesehatanmu dan umur panjangmu, karena itu adalah kewajibanku. Tapi kenapa? Kenapa semua ini harus terjadi, apakah ada yang beda dari kami hingga engkau jauh lebih memilihnya dan memanjakannya?
Katamu dulu aku pintar, kebanggaan orang tua, nurut dengan orang tua, suka belajar. Tapi mengapa sekarang seakan itu terbuang sia2? Apa aku pernah mengecewakanmu? Apa aku pernah membuatmu malu? Apa aku pernah membuatmu marah? Apa aku...? Apa aku...?
Kau lebih menyayangi dia yang mampu menghina namun mampu membantumu bekerja, sedangkan engkau melarangku untuk bekerja dan menyuruhku untuk belajar saja... Namun apa engkau tahu, bahwa yang dia harapkan dari situ adalah upah, gaji, uang... Bukan tulus ikhlas untuk membantumu, bukan seperti aku yang tak ingin melihat peluh di keningmu...
Sudahlah, mungkin aku memang ditakdirkan untuk menjadi yang terabaikan, disanjung saat di depan orang lain, namun tak pernah engkau sanjung langsung untukku sendiri. Padahal yang aku inginkan hanyalah rasa banggamu kepada aku... Anakmu ini....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar